The Marvellous World of Belahan Jiwa

Jumat, 20 November 2009


Rendahnya pemahaman masyarakat tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu kendala penanganan KDRT terhadap perempuan.

"Kebanyakan masyarakat masih menganggap itu adalah urusan rumah tangga, jadi tidak mau turut campur. Terutama jika menyangkut kekerasan fisik oleh suami," kata Asnifriyanti Damanik, S.H., Wakil Ketua Pengurus LBH-APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan).

Sebetulnya, apa saja yang termasuk KDRT?

1. Kekerasan fisik
Adalah segala perbuatan suami yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada istri. Para korban mengaku ada yang dipukul, ditendang, diseterika, disundut dengan rokok, kepala dibotakin sampai disiram air keras.

2. Kekerasan psikis
Yaitu tindakan suami yang mengarah pada kondisi istri (korban) merasakan ketakutan. "Istri menjadi tertekan, lalu depresi, karena ruang geraknya jadi terbatas dan tak lagi merasakan kebebasannya sebagai individu." Contohnya pernyataan suami pada istrinya, "Kamu, kan, hidup menumpang." Atau suami mengancam istri untuk tidak ke luar rumah, dan kalau melanggar, harus menanggung akibatnya.

3. Kekerasan seksual
Ini lebih ke arah pemaksaan hubungan seks. Apalagi sekarang banyak yang mengajarkan cara atau teknik berhubungan seks melalui VCD atau media lain. Akibatnya, suami ingin menerapkannya tanpa kesepakatan dengan sang istri lebih dulu. Akibatnya, istri mengalami tekanan batin. Di satu sisi, mereka merasa jijik, tapi di sisi lain takut ditinggalkan suami jika menolak.

4. Kekerasan ekonomi
Adalah bentuk kesulitan ekonomi yang dialami oleh istri karena suami tidak memberi nafkah. Misalnya, setiap hari istri dijatah Rp 10 ribu untuk keperluan rumah tangga. "Cukup nggak cukup, harus cukup. Bahkan, ada yang tiap bulan harus bikin laporan keuangan, berapa pemasukan dan pengeluaran keluarga."

Biasanya, apa yang dilakukan suami semata-mata karena latar belakang keluarganya. Salah satu contoh, ibu sang suami sangat royal, sehingga sang ayah-lah yang mengontrol keuangan keluarga. "Nah, ia sering mendengar keluhan ayahnya tentang sifat perempuan yang boros dan suka menghambur-hamburkan uang. Inilah yang kemudian diterapkan pada istrinya."

Hal lain yang masuk kategori ini adalah larangan untuk bekerja. "Jika ini disepakati bersama, tidak ada masalah. Yang jadi masalah, sebelum menikah, calon suami sudah memberi syarat, jika sudah menikah, istri harus berhenti bekerja dan mengurus keluarga saja. Ketika rumah tangga mengalami kesulitan ekonomi, suami tetap bersikukuh istri tidak boleh bekerja." Menurut Asni, dalam kondisi apa pun, istri memiliki hak untuk bekerja, apalagi jika ia punya keahlian.

* taken from http://sukph1nk.multiply.com/journal *

0 comments:

Posting Komentar

ShareThis

Related Posts with Thumbnails